Ijtihad Terlarang dalam Islam dan Contohnya
Syahadat.id - Islam berkembang seiring perubahan zaman dan mampu merespon segala lini kehidupan berkat terobosan para sahabat yang diikuti para ulama setelahnya hingga sekarang ini.
Para ulama hebat melakukan ijtihad terkait sebuah hukum atau solusi yang tak ditemukan dalilnya secara shorih (jelas) dalam Al Qur'an, Sunnah maupun Ijma' Sahabat.
Mereka melakukan ijtihad dalam ranah furu'iyah (masalah furu' atau cabang) bukan masalah ushul (prinspil) terutama masalah akidah.
Sebetulnya bagaimana sih hukumnya ijtihad dalam masalah ushul atau akidah?
Imam Abi Ishaq Assyairazi dalam kitab Luma' menjelaskan:
ﻭاﻷﺣﻜﺎﻡ ﺿﺮﺑﺎﻥ: ﻋﻘﻠﻲ ﻭﺷﺮﻋﻲ.
ﻓﺄﻣﺎ اﻟﻌﻘﻠﻲ: ﻓﻬﻮ ﻛﺤﺪﻭﺙ اﻟﻌﺎﻟﻢ ﻭﺇﺛﺒﺎﺕ اﻟﺼﺎﻧﻊ ﻭﺇﺛﺒﺎﺕ اﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺃﺻﻮﻝ اﻟﺪﻳﺎﻧﺎﺕ ﻭاﻟﺤﻖ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻓﻲ ﻭاﺣﺪ ﻭﻣﺎ ﻋﺪاﻩ ﺑﺎﻃﻞ
Hukum dibagi menjadi dua bagian: pertama hukum yang ditinjau dari segi akal. Kedua dari segi syariat agama.
Perbedaan Fikih dan Ilmu (Kitab Waraqat:3)
Adapun hukum aqli seperti alam semesta ini sifatnya baru, menetapkan adanya pencipta, bukti kenabian maupun yang lain termasuk ke dalam dasar-dasar agama maka kebenaran dalam masalah ini hanya satu yang lain batal.
Hal ini menegaskan bahwa ijtihad dalam masalah aqidah tidak bisa dibenarkan atau terlarang.
Pendapat Imam Mahalli tentang Ijtihad dalam masalah Akidah
Pendapat ini didukung oleh Imam Jalaluddin Al Mahalli dalam Syarah kitab Waraqat menjelaskan:
ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﻛﻞ ﻣﺠﺘﻬﺪ ﻓﻲ اﻷﺻﻮﻝ اﻟﻜﻼﻣﻴﺔ ﺃﻱ اﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﻣﺼﻴﺐ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﻟﻰ ﺗﺼﻮﻳﺐ ﺃﻫﻞ اﻟﻀﻼﻟﺔ ﻣﻦ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﺘﺜﻠﻴﺚ ﻭاﻟﻤﺠﻮﺱ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻬﻢ ﺑﺎﻷﺻﻠﻴﻦ
tidak diperbolehkan statement yang menyatakan bahwa setiap mujtahid dalam ranah ushul (keyakinan dalam aqidah) bisa dibenarkan.
baca juga:
Kisah Imam Al Amidi: Ulama’ yang Terusir dari Mesir
Kenapa demikian? Alasannya hal tersebut bisa mendatangkan pembenaran orang-orang yang menyimpang atau sesat dari kalangan nasrani yang menganggap benar konsep trinitas dan orang majusi yang menggap kejadian alam itu dari hal gelap maupun terang.
Oleh: Moh Afif Sholeh, M.Ag