Ilusi mimpi |
Syahadat.id - Aku tergeletak di tempat tidur, dengan berat perlahan-lahan ku mulai menarik nafas dan menghembuskannya, hal ini membuatku sedikit tenang, bersyukur hari ini aku masih diberi kesempatan.
Ku lirik jam dinding yang menunjukkan pukul 20.18, aku bingung harus melakukan apa, berdiam diri dalam waktu yang lama di tempat tidur sangat membosankan, aku ambil sebuah buku yang ada di samping kasurku, lalu ku buka dan terdapat sebuah pesan di dalamnya
“Tayang ulang
Usai terbayang
Asa pun sirna
Telah kunantikan
Kerap gentayang
Surut terpasang
Cahaya senja
Telah 'ku berkawan
Tak ada kata
Tak ada apa
Setapak mandiri
Tak ada hirau untuk sang hati
Walau 'ku terhenti
Bunga ilusi
Penuhkan lubang
Niscaya karam
Sudah kupeta
Tanpa cenayang
Tak ada kata
Tak ada apa
Setapak mandiri
Tak ada hirau untuk sang hati
Walau 'ku terhenti
Bunga ilusi
Di batas mentari
Percayalah garisan Ilahi
Walau 'ku sendiri
'Ku tak terhent-Mandiri dari Polka Wars”
“Kenapa pesan ini berisi lagu favorit ayah dan ibuku? Buat apa mereka kirim pesan? Kasur mereka kan ada di sebelahku” tanyaku.
Di sela-sela waktu aku bertanya-tanya aku teringat bahwa ini sudah saatnya perawat mengganti cairan infus ku.
Baca juga:
“Permisi kak, sekarang waktunya ganti infus ya kak,” kata perawat yang sekujur tubuhnya dibalut alat perlindungan diri.
“Iya silahkan kak, kak aku mau tanya, ini pesan dari siapa ya kak?” tanyaku.
mimpi |
“Hmmm, itu pesan dari ibu dan ayah kamu dik,” jawab perawat.
“Dari ibu dan ayah? Untuk apa? Mereka kan ada di sebelah ku, untuk apa mengirim surat?” tanyaku.
“Dik, maaf, relakan, ibu dan ayah mu sudah pergi dua hari yang lalu,” jawaban perawat tersebut membuat ku Kembali menghadapi realita pahit, ayah dan ibu ku sudah pergi lebih dulu.
Seketika nafasku terengah-engah, jantungku berdegup cepat, perlahan semuanya gelap bak malam tanpa rembulan seperti realita ku tanpa ayah dan ibu.
Nit…nit..nit..
Bunyi alat monitor jantung yang entah kenapa terdengar sangat menenangkan, dengan diiringi obrolan tergesa-gesa para perawat yang berjuang untuk mempertahankan aku di dunia ini.
Baca juga:
Sungguh aneh, dengan segala kebisingan dalam ruangan ini, aku menemukan kesunyian, setelah lamanya virus covid-19 ini menyerang tubuhku, akhirnya aku berhasil mengalahkannya.
Seketika gelap menjelma terang, pandangan ku begitu terang, semuanya putih, perlahan ku dengar sebuah suara yang memanggil namaku.
“Putri, bangun nak semua ini hanya mimpi buruk, kita semua telah aman di alam ini.”
Penulis: Andhika Ivananta Budiman