Meninggalnya Ulama’ Musibah Terbesar Bagi Umat Manusia Serta Doa Nabi Sebelum Wafat |
Syahadat.id - Kematian ulama’ merupakan musibah terbesar bagi umat manusia. Hal ini diibaratkan sebagai lentera yang padam sehingga sekitarnya menjadi gelap gulita. Mereka menuntun umat manusia sebagai wujud kepedulian sosial sebagaimana yang telah diajarkan oleh para Nabi.
Ulama’ merupakan pewaris para Nabi, mereka mewarisi ilmu dan nasehat-nasehat bijaknya sehingga layak untuk diikuti prilakunya. Tanpa Ulama’ niscaya manusia dalam kebimbangan dan keragu-raguan dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama.
Ada keterangan dalam sebuah Hadits Nabi
Artinya:”Diriwayatkan dari Abi Darda’ berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda:”Kematian orang alim merupakan sebuah musibah yang tak bisa tergantikan dan kebocoran yang tak bisa ditambal. ibarat bintang yang redup sinarnya. Hilangnya sebuah kabilah lebih ringan bagiku daripada meninggalnya seorang alim. (HR. Thabrani dalam kitab Al-Kabir).
Imam al-Hisni dalam Kifayatul Akhyar mengutip perkataan Umar bin Khattab:
Kematian seribu orang yang ahli ibadah yang selalu shalat malam dan puasa di pagi hari lebih ringan daripada kematian orang alim yang mengetahui sesuatu yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.
Baca juga:
Dari penjelasan ini, kematian orang alim selalu membawa kesedihan para jama’ahnya maupun santri dan murid-muridnya, dikarenakan mereka orang yang menuntun ke jalan kebaikan serta mengisi hati mereka dengan petuah hikmah-hikmah kehidupan yang menenteramkan jiwa mereka.
Sebelum Wafat, Nabi Muhammad Saw Memperbanyak Bacaan Ini
Nabi Muhammad Saw sebagai seorang Rasul selalu berdzikir kepada Allah dalam keadaan apapun mulai saat duduk, berdiri, sedang istirahat walau mata tertutup tetapi hati beliau selalu ingat kepada Allah.
Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al Ghafilin menjelaskan bahwa: Ketahuilah bahwa dzikir kepada Allah menyimpan lima kebaikan.
Pertama, akan menambah Ridha Allah. Kedua, Semakin menambah ketaatan kepada-Nya. Ketiga, Sebagai tameng perlindungan diri dari godaan syaitan. Keempat, melembutkan hati. Kelima, benteng diri dari segala kemaksiatan.
Sebelum Nabi Muhammad Saw wafat, beliau selalu membaca bacaan ini
سُبْحانَ اللَّهِ وبحمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُ اللَّه وأَتُوبُ إِلَيْهِ
Subhanallah wa bihamdihi, astagfirullah wa atubu ilaihi
Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Baca juga:
Imam Nawawi dalam kitab Riyadhu Sholihin mengutip sebuah hadist Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
وعَنْ عَائِشَةَ رَضي اللَّه عنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْل موْتِهِ: “سُبْحانَ اللَّهِ وبحمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُ اللَّه وأَتُوبُ إِلَيْهِ” متفقٌ عَلَيهِ
Artinya:
Diriwayatkan dari Siti Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: sebelum wafat, Rasulullah memperbanyak membaca: “Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-nya. (Muttafaqun Alaihi).
Menurut Muhammad Ali dalam kitab Dalil Al-Falihin menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw menjelang wafatnya, beliau memperbanyak membaca bacaan seperti penjelasan diatas saat sedang ruku’ dan sujud dalam shalat. Hal ini sesuai perintah dalam Surat An-Nasr ayat 3 yang berbunyi,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Artinya:
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. An Nasr: 3).
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa Nabi Muhammad Saw sebagai manusia yang selalu dijaga dari dosa tetapi beliau selalu memperbanyak meminta ampunan kepada Allah. Beliau ingin mengajarkan kepada umatnya agar selalu ingat kepada Allah dan beristigfar agar kebiasaan ini berlangsung sampai ajal hendak menjemput.