Kriteria Hari, Bulan, Amal yang Paling Baik
Syahadat.id - Syeh Nawawi Al Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad mengkisahkan tentang Abdullah bin Abbas yang dikenal sebagai pakar dalam Tafsir Al-Qur'an pernah ditanya oleh seseorang tentang beberapa hal, diantaranya terkait hari yang paling baik, begitu pula tentang bulan terbaik dan amal yang paling baik.
Lantas Ibnu Abbas menjawab dengan jawaban yang singkat dan padat langsung ke pokok permasalahannya.
Pertama. Hari yang paling baik yaitu hari Jum'at. Alasannya adalah hari Jum'at merupakan sayyidul ayyam (pemimpin hari) yang khusus diberikan kepada umat Nabi Muhammad.
Kedua. Bulan yang terbaik yaitu bulan suci Ramadhan. Alasannya adalah karena di bulan itu diturunkan kitab suci Al-Qur'an juga terdapat Lailatul Qadar malam yang utama mengalahkan seribu bulan dan pada bulan tersebut diwajibkannya berpuasa kepada umat Islam di seluruh dunia. Keistimewaan bulan Ramadhan juga sebagai investasi akhirat dikarenakan amalan yang Sunnah dihitung pahalanya seperti amalan yang fardhu atau wajib.
Ketiga. Amalan yang paling baik yaitu shalat lima waktu tepat pada waktunya. Kenapa demikian, karena amalan ini sebagai pintu pembuka amalan yang lainnya. Bila shalatnya baik maka amalan yang lain bisa menjadi baik juga. Sebaliknya bila shalatnya kurang baik maka berdampak buruk pada amalan yang lainnya.
Baca juga:
Ibnu Abbas meninggal pada hari Jum'at. Setelah tiga hari, Ali bin Abi Thalib mendengar jawaban dari Ibnu Abbas yang menanggapi beberapa pertanyaan diatas. Lantas Ali bin Abi Thalib berkomentar:
Seumpama para ulama', para filosof, ahli fikih dari ujung barat sampai timur ditanya seperti pertanyaan diatas niscaya mereka akan menjawab seperti yang dipaparkan oleh Ibnu Abbas. Tetapi aku mempunyai jawaban yang berbeda dengan Ibnu Abbas.
Pertama. Amalan yang paling baik adalah amalan yang diterima oleh Allah walaupun hanya sedikit.
Kedua. Bulan yang paling baik yaitu saat dirimu mau bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh (taubat Nasuha).
Ketiga. Hari yang paling baik yaitu saat seseorang meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Allah.
Dari sini dapat dipahami bahwa setiap sahabat punya cara pandang, pemahaman tersendiri terkait cara merespon fenomena yang terjadi di masyarakat. Perbedaan bukan untuk dibesar-besarkan tetapi digunakan untuk saling mengkapi satu dan yang lain.
Moh Afif Sholeh, M.Ag