Sultan Ulama, Izzuddin bin Abdussalam Mulai Belajar di Usia Senja |
Syahadat.id - Sultan Ulama begitulah julukan untuk Izzuddin bin Abdul Aziz bin Abdussalam (W. 660 H). Julukan ini diberikan oleh murid beliau yang bernama Ibnu Daqiq al-I’id (625-702 H) Dengan alasan bahwa beliau sangat berani menentang para Sultan yang menyimpang dengan argumen yang memuaskan sehingga mereka menjadi kalah dalam berargumen.
Imam Tajuddin Ibnu As-Subuki dalam Tabaqat as-Syafi’iyyah al-Kubra menjelaskan bahwa pada awalnya Izzuddin sangatlah fakir, dan baru menuntut ilmu di masa tuanya. Walaupun demikian, beliau sangat serius dalam menghafal matan-matan atau Syair juga dalam mengkaji kitab-kitab. Beliau bolak-balik bertemu dengan para Ulama’ besar dengan tujuan mengisi kekosongan ilmu pengetahuan mulai sejak kecil.
Kebiasaan beliau dalam belajar adalah tak cepat pindah kepada guru yang lain sebelum beliau menyelesaikan terlebih dahulu pembelajaran dengan sang guru. Izzuddin berkata: “Aku telah melalui masa belajar selama tiga puluh tahun dengan mengurangi waktu tidurku sampai aku memahami betul akan banyak hukum di dalam sanubariku.”
Beliau berguru kepada Ulama’ besar seperti Imam Fakhruddin Bin Asakir (W.620 H), Imam Saifuddin al-Amidi (W. 631 H) dan Ulama’ yang lainnya.
baca juga:
Karya-karya Izzuddin bin Abdussalam
Pertama, dalam bidang Tafsir: Fawaid fi Musykil al-Qur’an, An-Nukat wa al-Uyun. Tafsir Al-Qur’an al-Adzim.
Kedua, dalam bidang Hadits: Syarah Hadits La Dharara wa la Dhirara, Mukhtasar Shahih Muslim.
Ketiga, dalam bidang Akidah: Bayan Ahwalinnas yaumal Qiyamah, Al-Farqu baina al-Islam wa al-Iman.
Keempat, dalam bidang Fikih: Qawaid Al-Ahkam, al-Bayan fi Bayan al-Adillah, dan lainnya.
Prediksi Izzuddin bin Abdussalam tentang Fenomena Saat ini
Izzuddin bin Abdul Aziz bin Abdussalam sangat konsen dalam menyikapi fenomena yang ada di masyarakat terutama yang menjadikan hiruk pikuk kehidupan sehingga banyak orang yang menggunakan intrik, mengkritik pendapat orang lain dengan cara yang tak cerdik, lebih mengedepankan kepentingan daripada persatuan, lebih mengutamakan otot sebagai penyelesaian daripada menggunakan logika manusia.
Fenomena diatas seperti yang disinyalir oleh Sultan Ulama’ Izzuddin bin Abdussalam dalam Qawaid Kubranya maupun di kitab Bayan Ahwalinnas Yaum al-Qiyamah yaitu:
فكم من عاص يظن أنه مطيع
Berapa banyak orang yang maksiat merasa dirinya orang yang taat.
ومن بعيد يظن أنه قريب
Orang yang jauh dari Allah merasa dirinya dekat dengan-Nya.
ومن مخالف يعتقد أنه موافق
Orang yang bertentangan dengan Syariat mengaku orang yang sesuai dengan ajaran.
ومن منتهك يعتقد أنه متنسك
Orang yang malas ibadah mengaku dirinya ahli ibadah.
ومن مدبر يعتقد أنه مقبل،
Orang yang menyimpang mengaku dirinya sebagai orang sesuai ajaran.
ومن هارب يعتقد أنه طالب
Orang yang lari dari-Nya mengaku dirinya sebagai orang yang mencari Ridha-Nya.
ومن جاهل يعتقد أنه عارف
Orang yang tak berilmu merasa dirinya orang yang tahu.
ومن آمن يعتقد أنه خائف
Orang yang merasa dirinya aman mengaku dirinya orang yang diintimidasi.
ومن مراء يعتقد أنه مخلص
Orang yang pamer mengaku dirinya orang yang ikhlas dalam beramal.
ومن ضال يعتقد أنه مهتد
Orang yang tersesat mengaku dirinya sebagai orang yang mendapatkan petunjuk.
ومن عم يعتقد أنه مبصر
Orang yang buta hati mengaku dirinya orang yang tahu.
ومن راغب يعتقد أنه زاهد
Orang yang gila dunia merasa dirinya orang yang Zuhud.
وكم من عمل يعتمد عليه المرائي وهو وبال عليه
Berapa banyak amal kebaikan yang diklaim oleh orang yang pamer padahal itu menjadikan ia celaka.
وكم من طاعة يهلك بها المتسمع وهي مردودة إليه
Berapa banyak ketaatan yang dilakukan oleh orang yang ingin amalnya didengar oleh orang lain padahal tak akan diterima oleh Allah.
Dari fenomen diatas sekiranya orang Islam harus menyadari segala kekurangan dalam dirinya sehingga tak mudah menyalahkan orang lain, juga menyadari segala perbuatan pada hakikatnya Allah yang menilai, menerima atau tidak, manusia hanya menilai dari luarnya saja, batin seseorang hanya Allah yang tahu, maka jangan mudah menilai seseorang dari luarnya saja, apalagi mudah mengkafirkan orang lain. (Mas)