Berharap Lawan Politiknya Kalah, termasuk Dengki atau tidak?
Dalam kitab Hikam karya Ibnu Atha’illah dipaparkan tentang konsep tentang manejemen “harapan”. Dalam kitab itu beliau menjelaskan bahwa:
اَلرَّجَاءُ مَا قَارَنَهُ عَمَلٌ وَإِلَّا فَهُوَ أُمْنِيَّةٌ
Artinya: sebuah harapan harus didasari usaha yang maksimal, bila tidak, maka hanya bualan (lamunan) semata.
Sedangkan pengertian dengki menurut al-Jurjani dalam at-Ta’rifat adalah berharap nikmat orang lain menjadi hilang.
Dari penjelasan diatas, dalam kontestasi politik diibaratkan sebuah pertandingan, disana akan ada yang tampil sebagai pemenang, juga ada yang akan kalah. Semua kubu berharap menjadi pemenang.
Catatannya adalah harus menggunakan cara yang baik dalam menggalang simpati masyarakat, tanpa menjatuhkan lawannya, sehingga bila ia menang akan terhormat, serta tak akan ternodai oleh kecurangannya, maka harapan seperti ini tak termasuk dalam kategori dengki.
Sebaliknya bila harapan didasari usaha yang kurang terpuji, dengan menjatuhkan harga diri lawan, maka itu bisa masuk kategori dengki.
Padahal, setiap makhluk mempunyai jatah rizkinya masing-masing, tinggal ia mau berusaha meraihnya atau tidak. Sayangnya kebanyakan manusia selalu menganggap "rumput tetangga lebih hijau" dari apa yang ia miliki, ia merasa orang lain lebih sukses, lebih maju, berhasil dari pada dirinya, bukan melihat dari proses keberhasilan seseorang, yang dilihat hanya hasilnya saja. ini sebagai faktor, bahwa manusia tak berusaha untuk bersyukur, sehingga hidupnya tak pernah makmur.
Maka dari itu Islam melarang hambanya untuk berbuat dengki (berharap nikmat orang lain hilang, Sirna, hancur usahanya), karena akan menghancurkan dirinya sendiri.
Penyebab Dengki
Musthafa al-Adwi dalam Fikih al-Hasad menjelaskan penyebab dengki, diantaranya adalah:
Pertama, disebabkan permusuhan (العداوة) dan kebencian (البغضاء). Hal ini berawal dari perbedaan pendapat yang tak diimbangi kedewasaan berfikir untuk mencari sebuah kebenaran, tapi mencari pembenaran sehingga memunculkan konflik yang berujung kepada permusuhan yang selalu menebar kebencian.
Kedua, adanya kepentingan urusan duniawi baik jabatan(politik), tahta, wanita, sampai untuk mendapatkan mobil Toyota.
Ketiga, mempunyai watak ingin dimengerti bukan saling mengerti, ingin dirinya diberi, bukan untuk member. Kalau dalam diri seseorang sudah seperti ini, pasti ia termasuk orang yang egois.
Keempat, harapan yang terlalu besar agar orang lain tunduk kepadanya, dia selalu khawatir bila pengaruhnya berkurang gara-gara ada orang yang hebat darinya. Kepentingan dunia hanya sementara, maka dari itu jangan mengorbankan kepentingan sesaat dengan menyakiti golongan lain.