Abu Ubaidah bin Jarrah, Inspirasi dalam Membangun Kepercayaan Publik |
Syahadat.id - Fenomena saat ini, masyarakat sering mempertanyakan peran para tokoh publik terutama pemangku kebijakan yang seringkali belum mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga kehilangan kepercayaan dari mereka.
Memang benar tahta maupun jabatan mudah menggiurkan semua orang, serta menjadi faktor seseorang mengabaikan bahkan melupakan arti sebuah amanat. Bahkan kadangkala untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi, seseorang berani menghalalkan segala cara dengan melakukan kecurangan, bahkan kadangkala sampai menghilangkan nyawa lawan-lawannya.
Dalam hal ini, Islam memberikan anjuran untuk tidak terlalu berambisi menduduki sebuah jabatan yang ia belum siap menerimanya, baik ketidakmampuan dalam memimpin, maupun belum siap mental. Namun, apabila masyarakat menghendakinya untuk tampil memegang amanat itu, sedangkan ia sudah menyiapkan dirinya dengan bekal ilmu pengetahuan, serta pengalaman yang matang, dan juga mampu mengontrol diri dari segala hal yang terlarang, maka ia pantas menerimanya.
Salah satu sahabat Nabi Muhammad yang dijamin masuk surga serta dijuluki sebagai amin al-ummah atau orang kepercayaan publik yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah. Gelar ini diberikan lantaran dirinya mampu memegang amanat serta dapat dipercaya oleh Nabi Muhammad dan sahabat yang lain. Ia juga termasuk orang ikut andil dalam perang badar dan perang uhud.
Nama lengkap Abu Ubaidah yaitu Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Harist bin Fihr bin Malik Al Qurasyi. Ia lebih dikenal dengan nama Abu Ubaidah bin Jarrah. Ia lahir pada tahun 40 sebelum hijrah bertepatan tahun 584 M.
Kisah Islamnya Abu Ubaidah bin Jarrah
Abu Ubaidah bin Jarrah memeluk islam saat permulaan dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad dan termasuk golongan pertama yang memutuskan untuk masuk islam (Assabiqun Al Awwalun) setelah Abu Bakar Shiddiq. Mereka yaitu Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib
Sedangkan menurut Imam Ibnu Sa’ad dalam kitab Tabaqat Al Kubra menjelaskan bahwa Abu Ubaidah masuk islam bersama Usman bin Madz’un dan Abdurrahman bin Auf di rumah Sahabat Arqam (Darul Arqam).
Abu Ubaidah bin Al Jarrah termasuk sahabat yang membantu perjuangan di awal-awal munculnya Islam.
Ia dan beberapa sahabat membantu Nabi Muhammad dalam berdakwah dan dengan tegar menghadapi orang-orang yang menentang perjuangan Nabi.
Keistimewaan Abu Ubaidah bin Al Jarrah
Keistimewaan Abu Ubaidah bin Al Jarrah
Setiap orang mendambakan kemuliaan di dunia hingga diakhirat, namun kebanyakan dari mereka hanya berkhayal saja. Untuk mendapatkannya diperlukan usaha yang maksimal serta perjuangan yang tak ada akhiranya.
Salah satu misi Islam adalah untuk mengangkat derajat manusia dari kegelapan jahiliah menuju zaman kegemilangan yang bersumber dari ilmu pengetahuan sehingga derajat manusia betul-betul mulia dibandingkan makhluk yang lainnya.
Abu Abdurrahman as-Sulami dalam Tabaqat As-Sufiyahmengutip perkataan Imam As-Sirri as-Siqthi:
ﺃﺭﺑﻊ ﺧﺼﺎﻝ ﺗﺮﻓﻊ اﻟﻌﺒﺪ اﻟﻌﻠﻢ ﻭاﻷﺩﺏ ﻭاﻷﻣﺎﻧﺔ ﻭاﻟﻌﻔﺔ
Ada empat hal yang mampu mengangkat derajat manusia. Pertama, Ilmu. Kedua, Adab atau sopan santun. Ketiga, Amanah. Keempat, menjaga diri dari hal yang terlarang.
Dari penjelasan ini, manusia bila memiliki ilmu dan berupaya mengamalkannya niscaya akan mulia hidupnya, lebih-lebih bila prilakunya dihiasi dengan akhlak yang baik yang akan menambah wibawa dirinya dihadapan makhluk yang lainnya.
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan diri dalam memegang amanah yang diberikan kepadanya, karena salah satu ciri orang yang beriman adalah mampu menjaga amanat, terutama dengan menjaga diri agar tak terjatuh kedalam lubang kehinaan yang menyengsarakan nasibnya kelak.
Keempat hal diatas merupakan dasar-dasar bagi seseorang untuk mendapatkankan Kemuliaan di dunia dan akhirat, seyogyanya untuk selalu diamalkan dalam kehidupan.
Sedangkan menurut Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin menjelaskan orang yang akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat harus melakukan lima hal ini.
Pertama, seseorang harus mampu mengendalikan hawa nafsunya dari segala kemaksiatan. Hal ini membutuhkan waktu dan kesabaran yang tinggi karena nafsu diumpamakan seperti anak kecil yang masih menyusui, bila ibunya tak menyapihnya maka sampai tua ia akan menyusu ibunya, begitu juga nafsu harus diarahkan dan dikendalikan sehingga tak mengarahkan kepada hal yang negatif.
Kedua, Menggunakan dunia secukupnya, ia tak terlena dengan kenikmatan sesaat sepertii jabatan yang hanya sesaat dibatasi oleh waktu.
Ketiga, Mendayakan seluruh jiwa dan raga untuk menjalankan ketaatan dan kebaikan karena ini sebagai sarana mendapatkankan ampunan dari Allah.
Keempat, mencintai orang-orang shaleh dan selalu bergaul dengan mereka karena akan mendapatkan kebaikan serta diakhirat mendapatkan syafaat mereka.
Kelima, Memperbanyak doa, terutama agar diberikan kemudahan untuk mendapatkan surga-Nya serta berharap Allah mengakhiri hayatnya dengan khusnul khatimah.
Dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari. Ini bunyi hadistnya:
عن ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: «ﺇﻥ ﻟﻜﻞ ﺃﻣﺔ ﺃﻣﻴﻨﺎ، ﻭﺇﻥ ﺃﻣﻴﻨﻨﺎ ﺃﻳﺘﻬﺎ اﻷﻣﺔ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪﺓ ﺑﻦ اﻟﺠﺮاﺡ» رواه البخاري.
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap umat ada Amin (orang yang terpercaya), dan sesungguhnya orang yang terpercaya dari kalangan umat ini yaitu Abu Ubaidah bin Al Jarrah. (HR.Bukhari).
Imam Al Munawi dalam kitab Fardhu Qadir menjelaskan bahwa maksud dari Al Amin yaitu orang yang dapat dipercaya sehingga hati tak ada keraguan sedikit pun.
Al Amin: orang yang dapat dipercaya |
Kata Al Amin disematkan oleh Nabi Muhammad kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah sebagai penegasan bahwa dirinya termasuk orang yang paling terpercaya dibandingkan sahabat yang lainnya. Abu Ubaidah mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari berbagai pihak sehingga layak mendapatkan penghormatan tersebut.
Imam Abdul Wahhab An Najjaar dalam kitab Al Khulafaur Rasyidin mengutip perkataan Abu Ubaidah bin Jarrah saat peristiwa Saqifah di rumah Sa’ad bin Ubadah
يا معشر الأنصار، إنكم أول من نصر وآزر، فلا تكونوا أول من بدل وغيَّر
Artinya:
Wahai golongan Anshar, kalian merupakan golongan yang pertama kali menolong (sahabat muhajirin) maka jangan sampai kalian menjadi golongan yang mengganti dan membuat perubahan.